Peninggalan
Sosial Budaya di Garut
Ø
SENI
ARSITEKTUR
Seni Arsitektur adalah peninggalan sosial budaya berupa bangunan
bersejarah akibat adanya interaksi sosial antara sesama manusia dan juga dengan
lingkungan.
1. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di
Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi ini
terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam
kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang.
Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang. Tubuh bangunan
candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m, di sisi utara
terdapat pintu masuk. antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca
(tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda.
Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga
kedua pergelangannya telah hilang. Candi Cangkuang sebagaimana terlihat
sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan
aslinya hanyalah 40%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang
sebenarnya belumlah diketahui.
Ø SENI SASTRA
Seni Sastra adalah produk peninggalan sosial budaya akibat adanya
kebutuhan untuk mengungkapkan ekspresi dan hiburan.
1.
Surak Ibra
Boboyongan dengan nama
lain surak ibra. Berdiri semenjak tahun 1910 di kampung Sindang Sari, Desa
Cinunuk, Kecamatan Wanaraja. Kesenian ini diciptakan oleh raden Djadjadiwangsa
putra Raden Wangsa Muhammad atau Pangeran Papak dalam rangka perjuangan melawan
penjajahan dalam bentuk pagelaran kesenian dengan maksud menyindir
kesewenang-wenangan terhadap pribumi. Kesenian ini ditampilkan oleh puluhan
orang yang terdiri dari pemain angklung, dog-dog dan instrmen lainya serta beberapa
penari. Pada puncak tarian salah seorang diantara mereka akan dilempar-lempar
ke atas oleh pemain lainya sambil dikelilingi oleh pembawa obor dan pemain
musik yang menyertainya. Sangat menghibur dan atraktif.
2.
Aksara
Merupakan ukuran batas masa
kehidupan manusia antara zaman prasejarah dengan jaman sejarah, serta sebagai
symbol kemajuan peradaban manusia.Aksara sunda kuno
Aksara Sunda Kuno merupakan aksara yang berkembang di daerah Jawa
Barat pada Abad XIV-XVIII yang pada awalnya digunakan untuk menuliskano.
Aksara Sunda Kuno merupakan perkembangan dari Aksara
Pallawa yang mencapai taraf
modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada Abad XVI.
Ø
SENI
MUSIK
Seni musik tercipta adanya kebutuhan masyarakat terhadap hiburan, upacara
tradisi, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sakral.
1.
Angklung
Angklung adalah alatmusik multitonal
(bernadaganda) yang
secaratradisionalberkembangdalammasyarakatberbahasaSunda di PulauJawabagianbarat.
2.
Suling
Suling adalah alatmusik darikeluarga alatmusiktiupkayu atauterbuatdaribambu.Suarasulingbercirilembutdandapatdipadukandenganalatmusiklainnyadenganbaik.
3.
Gong
Gong yang
telahditempabelumdapatditentukannadanya. Nada gong
baruterbentuksetelahdibilasdandibersihkan.
4.
Calung
Calung adalahalatmusikSunda
yang merupakanprototipe (purwarupa) dariangklung.
Ø Seni Tari
Seni Tari
lebih bersifat hiburan meskipun dibeberapa derah lebih kental nuansa
religiusnya.
1.
Kuda Lumping
Peninggalan budaya ini keberadaannya mulai
bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian
tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Hingga saat ini, kita
tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan)
kuda lumping pertama kali. Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak
daerah dan masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya
tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui juga oleh
pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping Reog Ponorogo.
Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai tempat, dengan berbagai ragam
dan coraknya, dapat menjadi indikator bahwa seni budaya yang terkesan penuh
magis ini kembali ”naik daun” sebagai sebuah seni budaya yang patut
diperhatikan sebagai kesenian asli Indonesia.
2. Pencak Ular
Ø Upacara Adat
Upacara Adat bersifat sakral yang digunakan masyarakat sebagai
ungkapan dari apa yang ia yakini atau menyangkut kepercayaan hidupnya.
1.
Adu Kepala
Salah satu atraksi seni budaya tradisional Bima yang cukup
unik adalah Adu Kepala atau dalam Bahasa Bima disebut Ntumbu. Belum ada pihak
yang mengetahui secara pasti kapan atraksi kesenian seperti ini mulai ada di
Bima. Karena Atraksi Ntumbu ini hanya ditemkukan di desa Nori kecamatan Wawo.
Namun beberapa sejarahwan dan budayawan berpendapat
bahwa atraksi ini telah ada pada zaman kesultanan Bima pada abat ke 17. Di Desa
Ntori kecamatan Wawo Bima, Ntumbu diwariskan turun temurun oleh satu keluarga
atau keturunan. Dan tidak bisa dimainkan oleh orang lain di luar lingkungan
keluarga itu. Sejarahwan M. Hilir Ismail mengemukakan bahwa Atraksi Adu Kepala
ini sempat juga dilarang karena ada pandangan bahwa atraksi ini bertentangan
dengan ajaran Islam karena kepala adalah simbol kehormatan seseorang jadi
alangkah hinanya jika diadu. Namun ada juga kalangan yang berpendapat bahwa hal
itu adalah bagian dari tradisi untuk menggugah semangat patriotisme membela
negara(Kerajaan).
2.
Gesrek
Berasal dari kampung Kamongan, disebut juga seni
bubuang diri atau mempertaruhkan nyawa. Atraksi ini seperti debus yang
dipertontonkan oleh pemain gesrek yaitu mempermainkan golok-golok yang tajam
sambil mendemonstrasikan jurus-jurus silat, dipukul dengan bambu,
berguling-guling atau berjalan di atas bara api. Pemain gesrek terdiri atas 10
orang pemain golok dan didukung oleh 4-7 orang yang bertugas menyediakan
peralatan dan penjaga apabila ada orang yang mengganggu.
0 comments:
Post a Comment