Thursday, April 2, 2015

Daerah Khusus, Daerah Instimewa, dan Otonomi Khusus


Pasal 18 B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan ‘Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang’ Undang-uandang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberi otonomi khusus, yaitu daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Papua. Adapun Daerah Istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam ) dan Daerah Istimewa Yogyakarta .
1.    Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. diberikan kekhususan terkait dengan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta, dinataranya adalah :
  1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
  3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
  4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
  5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
  6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
  7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.

2.        Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul.  Kewenangan Istimewa DIY adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Pengakuan keistimewaan Provinsi Yogyakarta didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012, Keistimewaan DIY meliputi (a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, (b) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, (c) kebudayaan, (d) pertanahan, dan (e) tata ruang.
Diantara keistimewaan DIY adalah dalam bidang tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur antara lain syarat khusus bagi calon gubernur DIY adalah Sultan Hamengku Buwono yang bertahta, dan wakil gubernur adalah Adipati Paku Alam yang bertahta.

3.      Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aceh menerima status istimewa pada 1959. Status istimewa diberikan kepada Aceh dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam, Keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh, dan penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kewenangan khusus pemerintahan Kabupaten/Kota meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam,    penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan Kabupaten/Kota. Tambahan kewenangan Kabupaten/Kota dalam hal menyelenggarakan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah dengan tetap mengikuti standar nasional pendidikan dan mengelola pelabuhan dan bandar udara umum. Dalam menjalankan kewenangan ini Pemerintah Aceh melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.

4.        Otonomi Khusus Papua
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua
Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah:
1)       Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan;
2)       Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan
3)       Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
a)      partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
b)      pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
c)      penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

0 comments:

Post a Comment